Random Posts

China dengan Sistem Politik Komunis dan Ekonomi Liberal Mampu Menguasai Pasar Global

China merupakan negara dalam Kawasan Asia timur yang dalam decade ini mampu menguasai pasar ekonomi global dengan membedakan antara ekonomi dan politiknya, kita dapat mengetahui bahwa system politik China adalah system politik komunis. Politik Republik Rakyat Tiongkok adalah republik sosialis yang dipimpin oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok, yang merupakan pemimpin tertinggi negara, Partai Komunis Tiongkok, Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok, dan provinsi dan perwakilan lokal menjalankan kekuasaan negara dalam Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Namun dalam praktik ekonomi China menerapkan Pendekatan ekonomi pada akhir 1970an mengalami perubahan besar, berbeda dengan gagasan politik marxis yang terus dipegang oleh China hingga saat ini.

Presiden China Deng Xiaoping melakukan reformasi ekonomi untuk mengubah Marxisme ke kapitalisme yang dilakukan oleh Adam Smith.dengan tujuan reformasi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas ekonomi China, yang pada gilirannya membuka pintu bagi investasi asing dan bergabung dengan perdagangan dan organisasi global. Setelah reformasi ekonomi ini, prinsip-prinsip kapitalisme mulai diterapkan, termasuk pasar bebas, yang memungkinkan pasar untuk memainkan peran yang lebih besar dalam penentuan harga dan produksi meskipun pemerintah tetap memegang kendali penuh atas sektor strategis.Konsep kompetisi memungkinkan sektor swasta berkompetisi secara bebas melalui reformasi. Terakhir, tangan tak terlihat China memberikan kebebasan kepada individu dan bisnis untuk mengejar keuntungan sehingga muncul lingkungan dimana mekanisme pasar berfungsi lebih efektif.

Efektifitas ekonmi China yang berorientasi terhadap pasar dan menggabungkan perancanaan ekonomi setiap lima tahun sekali mampu menjadikan China sebagai negara dengan PDP tertinggi kedua di dunia, keberhasilan China dalam meningkatkan ekonomi global khususnya dalam bidang infrastruktur, dengan Pergeseran paradigma dalam prdagangan dari perdagangan barang-barang (trade in goods) yang berubah menjadi perdagangan tugas-tugas (trade in task), yang mana rantai nilai pasokan pasokan bukan hanya terdiri dari fungsi bisnis yang beragam, tetapi sejumlah perusahaan yang berspesialisasi dalam tugas produksi yang berbeda-beda.

Efensiensi yang menyeluruh dari jaringan ekonomi dalam bidang infrastruktur tergantung bagaimana perusahaan-perusahaan saling tergubung dengan konsep integrasi vertical yang menjelaskan garis penguasaan Perusahaan atas pemasok pemasok tingkat hulu dan pembeli Tingkat hilir (upstream suppliers end downstream buyers). Selain integrasi vertical maka akan terjadi juga spesialisasi vertical di Tingkat negara dalam rantai produksi internasional, sehingga dapat diukur dari konten impor yang melekat dalam barang-barang ekspor yang erat kaitannya dengan ekspansi perdagangan intra industry.

Dalam jaringan rantai ekonomi global dalam bidang infrastruktur di China terdapat aktor-aktor yang terlibat dan memiliki peran dan kepentingan guna mencapai tujuan masing-masing. Produksi barang-barang akan melipatkan dua komponen, pertama produsen (produsen driven), disini China menjadi pembeli (buyer commodity chains) yang merujuk pada industry-industri atau prusahaan raksasa seperti TNC, MNE yang memainkan peran utama dalam menetapkan jaringan-jaringan produksi yang terdesentralisir dalam berbagai negara pengeksport (trade-lead industrialization), sedangkan negara-negara dalam dunia ketiga atau negara berkembang seperti Vietnam merupakan produsen sebagai bahan baku pembuatan, produsen memiliki peran mengkordinasi dan mengkontrol proses jaringan rantai produksi, Kedua pembeli (buyer commodity chains) yang merujuk pada industry-industri atau prusahaan raksasa seperti TNC, MNE yang memainkan peran utama dalam menetapkan jaringan-jaringan produksi yang terdesentralisir dalam berbagai negara pengeksport (trade-lead industrialization). Namun hambatan-hambatan dalam proses transaksi ekonomi seperti kebijakan kompetisi, gerak modal, proses persetujuan yang rumit, pajak yang tinggi seringkali Perusahaan-perusahaan besar melakukan transisi menjadi penyedia barang retail yang sudah di beli dari produsen-produsen di negara berkembang dan bertindang sebagai manufaktur kontrak original equipment manufacture.

Penulis: Elly Zunawati Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

 

Post a Comment

0 Comments