Pengangkatan Kharisma Febriansyah sebagai Direktur Utama PT Virama Karya (Persero) sejak awal November 2024 memicu polemik. Kharisma, yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Gerindra Jawa Timur, dinilai bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo yang sebelumnya menegaskan bahwa BUMN harus bebas dari intervensi politik dan praktik bagi-bagi jabatan.
Di awal pemerintahannya, Prabowo menekankan bahwa pengelolaan BUMN harus mengedepankan profesionalisme, integritas, dan meritokrasi. Namun, penunjukan Kharisma justru memperkuat persepsi bahwa BUMN masih dijadikan alat politik transaksional, di mana jabatan strategis diberikan sebagai bentuk balas jasa untuk kader partai atau pendukung politik.
Rovin, Direktur Jaringan Muda Demokrasi Indonesia, menilai pengangkatan ini mencerminkan ketidakonsistenan pemerintah dalam menegakkan prinsip tata kelola yang baik. "Ketika kader partai bisa menduduki jabatan direksi BUMN, apa bedanya dengan praktik dagang sapi? Janji Prabowo soal profesionalisme di BUMN jadi terlihat hanya retorika belaka," tegas Rovin.
Regulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-10/MBU/2020 secara jelas melarang pengurus partai politik aktif menduduki jabatan direksi atau komisaris di BUMN. Jika aturan ini diabaikan, kata Rovin, maka BUMN akan semakin jauh dari tujuan awalnya sebagai institusi yang fokus pada kinerja dan pelayanan publik, bukan panggung politik kekuasaan.
Situasi ini menguji komitmen Prabowo sebagai presiden. Apakah prinsip meritokrasi benar-benar menjadi fondasi pemerintahannya, atau justru BUMN akan terus dimanfaatkan sebagai hadiah politik untuk kader partai dan relawan?
Hingga berita ini diterbitkan, Kharisma Febriansyah maupun pihak PT Virama Karya belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik tersebut.
0 Comments